Pasca Melahirkan – Wochenbett 2
Satu hal yang kurasa penting setelah melahirkan adalah adanya support terutama dari suami, keluarga dan orang-orang disekitar kita. Sebagai ibu baru tentunya tidak mudah dalam kondisi penyembuhan pasca proses melahirkan, kemudian menghadapi bayi kecil yang tidak tahu harus diapakan, belum dengar tangisnya yang berulang kali minta mimik atau rewel mau tidur dan lain-lain yang kadang harus ditebak-tebak. Selain orang-orang terdekat, disini aku mendapat fasilitas yaitu kunjungan Hebamme selama dua bulan. Selama dua minggu pertama, hampir setiap hari beliau datang. Dua minggu kedua selang-seling dan sebulan terakhir sisanya bisa seminggu dua kali. Tugasnya merawat dan memeriksa luka, merawat tali pusat, menimbang bayi, memberi informasi seputar ibu dan bayi, membantu kesulitan ASI bahkan diajari senam ringan. Sekali lagi kami cukup beruntung bertemu dengan ibu bidan orang jerman yang baik, ramah dan tidak saklek.
Kami termasuk sedikit telat dalam mencari bidan, waktu itu sekitar hamil 6-7 bulan. Kami lupa bahwa si bocah lahir bulan Desember dan perkiraan lahirnya hanya selisih beberapa hari dari hari Natal yang berarti minggu-minggu libur bagi orang Jerman. Sesuai rekomendasi dari ibu-ibu akhirnya kami menghubungi satu per satu bidan mereka dulu. Hasilnya nol tetot! Ada yang sudah pensiun, liburan dan sudah penuh. Akhirnya mulailah pencarian dari kertas list yang kudapat dari klinik obsgynku. Syaratnya bisa bahasa Inggris, tinggalnya tidak jauh dan ada rekomendasi yang bisa kutemukan di internet. Akhirnya kami (tepatnya suami) berhasil mendapat janji dengan ibu bidan ini. Kesimpulan selama dua bulan aku dalam perawatannya adalah puas. Kami boleh menelepon, orangnya cakcek tapi tidak kasar, ramah, bicara bahasa jerman jelas, bahasa inggrisnya bagus dan yang paling penting tepat waktu dan bekerjanya benar-benar 2 bulan. Beliau bahkan mau datang hari Sabtu atau hari Minggu jika memang saat itu tepat jatuh hari pemeriksaan. Ohya biayanya semua dicover oleh asuransi kesehatan kami.
-*-*-*-*-*
Aku termasuk yang bermasalah beberapa hari awal menyusui. Alhamdulillah anak bayi masih bisa dapet kolustrum. Pada saat bocil mimik yang pertama kalinya, dia langsung tahu letak sumber mimik sedikit dibantu untuk posisinya. Sepertinya pertama kali itu cukup mimik karena tidak lama tertidur dan aku berpikir berarti tidak ada masalah. Kekhawatiran mulai muncul malam pertama kami hanya tinggal berduaan. Entah kenapa nangis terus meskipun sudah selesai mimik ditambah mulai muncul lecet periih. Untung masih bisa bertemu konsuler laktasi di Rumah Sakit, sehingga masih bisa diajarkan cara yang baik menyusui, kemudian diminta menulis jadwal mimik, pipis dan pup. Ketika kembali ke apartemen ternyata permasalahan tidak selesai. Durasi mimik si bocah bisa satu jam, lalu tidur satu jam, kemudian terbangun untuk minta mimik lagi. Lecet sudah kanan – kiri dan pantat pun sudah tidak ada rasanya lagi. Sampai pernah pada suatu titik aku takut untuk menyusui karena anaknya ketika ketemu puting seperti ikan langsung HAP dan mimik kuat dengan kondisi lecet. Solusi lecet saat itu aku oles dengan salep Lansinoh segera setelah selesai mimik.
Permasalahan lain yang mucul adalah merengkel. Solusinya massage, kompres hangat dan dipompa! Untung punya suami tegaan, kalau aku sendiri yang mengerjakan yang ada malah sibuk menangis kesakitan hihihi.. Drama mimik berakhir setelah aku pulang dari RS yang kedua, tepatnya sekitar dua minggu setelah melahirkan.
-*-*-*-*-*
Beberapa teman bercerita setelah melahirkan ada masanya (sekitar 40 hari kalau tidak salah) dimana tidak boleh keluar rumah. I wished I could. Kenapa? Pada saat pulang dari RS nilai bilirubin bayi meningkat mendekati batas atas normal. Dokter anaknya pesan keesokkannya aku harus periksa ulang untuk memastikan nilainya tidak semakin meningkat. Jadi anak bayi umur 4 hari dibawah suhu bulan Desember diangkut dengan kereta bayi ke RS naik bis. Nyokap dan mama mertua tidak bisa melarang karena yang menyuruh adalah dokter hihihi.. Ternyata nilainya lebih tinggi lagi, dokter pesan anaknya harus banyak mimik asi dan kalau perlu susu formula supaya kencingnya juga banyak. Begitu dengar susu formula langsung stres!! Hari Sabtu kami datang lagi hasil pemeriksaan masih tinggi tetapi anaknya tidak kuning dan berat badannya naik sedikit untungnya. Baik dokter maupun bu bidan yang datang ke rumah menyarankan Danesh ditambah susu formula. Aku kekeuh tidak mau memberikan susu formula dan bertahan bahwa ASIku cukup untuk bayi. Bukan egois, dari berbagai buku yang kubaca, sumber di internet, video youtube dr. tiwi aku yakin bahwa anakku mendapat asupan nutrisi cukup. Berat badannya naik dan pipisnya sering. Pemeriksaan terakhir hari Senin akhirnya nilai bilirubinnya turun jauh dan masuk dalam batas normal. Yeayyy aku menang melawan susu formula dan yang bikin senang adalah suami, mom dan mama mertua mendukung full ASI.
-*-*-*-*-*
Adaptasi dengan bayi kecil menjadi lebih mudah karena aku dan suami ikut Geburtsvorbereitungskurs serta kedatangan orang tua kami. Para eyang berbagi tugas memasak dan beberes rumah serta ikut bergantian menjaga bayi. Apalagi ketika malam tiba dan aku sudah tidak kuat lagi karena anaknya nangis terus minta mimik, digendong ayahnya juga tidak mau tidur, sang eyang datang mengambil dan membawa kekamarnya kemudian dipukpuk tidur.. Jika banyak ibu baru takut-takut mengganti popok, entah kenapa aku merasa santai membersihkan pipis dan pupnya. Aku melihat perawat cekatan mengganti, anaknya tidak menangis dan cepat selesai. Suami pun tidak ragu mengganti popok dan menggendong. Justru aku yang sedikit canggung ketika menggendong. Urusan memandikan juga lebih ringan karena tidak boleh dilakukan setiap hari. Siapa yang memandikan? ayahnya dong hihihi.. aku baru berani memandikan setelah usia si bayi 3 mingguan. Siapa yang potong kuku? ayahnya juga (sampai sekarang) aku takuuuuttttt..
-*-*-*-*-*
Mungkin karena aku terlalu dini banyak melakukan gerak padahal kondisi tubuh pasca melahirkan belum benar-benar pulih, akhirnya akupun harus dirawat selama sekitar 5 hari di RS. Awalnya yang kurasakan hanyalah panas dan nyeri di puting yang lecet kemudian nyeri pada payudara yang membuat pikiran tertuju pada mastitis. Setelah 2 hari keadaan semakin parah karena setiap diatas jam 9 malam aku selalu demam sampai menggigil dan suhunya semakin hari semakin meningkat tetapi ketika selesai menggigil suhunya langsung turun. Namanya pun idealis aku menolak untuk minum obat penurun panas. Puncaknya adalah ketika aku berulang kali menggigil, dan suhu tubuh ketika diukur 41 padahal sudah minum obat turun panas.. Suami langsung telfon 112.
Aku tidak tahu apa yang dipikirkan suamiku ketika akhirnya malam itu juga aku perdarahan dan terjadi di depan matanya. Hal terburuk dari seorang dokter adalah ketika terjadi sesuatu pada dirinya, dia akan mulai memikirkan berbagai hal tentang penyakit. Pun terjadi.. aku memikirkan kemungkinan terburuk. Perdarahan tidak berhenti meskipun sudah tidak sebanyak awal keluar dan aku mulai ngantuk. Waktu itu sudah kepikiran buat minta maaf dan pamitan serta pesan anakku harus mendapat ibu tiri yang baik :”) Akhirnya ambulans datang dan aku dibawa ke RS. Lima hari dirawat keadaan membaik segera setelah aku mendapat antibiotik, Danesh boleh dibawa karena masih menyusui, kamarnya diblok hanya untuk kami. Tetapi sekali lagi ketika malam aku hanya berduaan dengan bayi kecil karena keluarga tidak bisa menginap.
-*-*-*-*-*
Rutinitas sehari-hari mulai terasa membosankan segera setelah semua eyang dan keluarga suamiku pulang. Bayangkan kerjaannya hanya menyusui-tidur-menyusui-masak-menyusui-mainan hp-menyusui-nonton-menyusui.. Akhirnya berani keluar rumah hanya berduaan dengan si bayi ketika ada pengajian sore dan tuan besar tidak bisa menemani. Setelah itu aku mulai berani main ke apartemen teman-teman dan juga mencari kegiatan untuk ibu dan bayi. Hidup bersama bayi kecil jadi lebih menyenangkan dan aku mulai bisa menikmati peran ibu 🙂
-ameliasusilo-
0 Comments
Pingback: