Tentang Mengikat Ilmu
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh…
Bismillahirrohmaanirrohiim…
Tulisan ini dibuat dalam rangka KLIP writing challenge bulan Juli 2021.
Tema tentang mengikat ilmu ini sebetulnya adalah tema yang dibuat untuk pekan lalu. Sayangnya aku baru menengok Facebook Group Kelas Literasi Ibu Profesional (KLIP) di pekan ini jadi terlambat untuk ikut menyetorkan tulisan. Karena menurutku tema yang diusung menarik, aku tetap ingin menuliskan beberapa hal tentang mengikat ilmu.
Mengikat Ilmu Dalam Islam
Sebagai umat muslim tentu kita mengetahui bahwa Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia. Termasuk didalamnya adalah tentang ilmu. Bagaimana caranya belajar dan bagaimana caranya mengikat ilmu pun bila kita ingin mencari ternyata ada di dalam Islam.
Dari salah beberapa pengajian yang aku ikuti, aku pernah diingatkan baik secara personal oleh ustadzah maupun ustadzahnya menyampaikan kepada seluruh muslimah yang datang untuk mencatat materi yang diberikan. Kenapa perlu mencatat?
Ternyata di Islam ada anjuran untuk mencatat ilmu. Ada dalam sebuah hadits riwayat Ahmad, Rasulullah bersabda kepada sahabat Abdullah bin ‘Amru, “Tulislah. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya. Tidaklah keluar darinya melainkan kebenaran.”
Dengan mencatat kita akan meninggalkan jejak tentang ilmu yang kita dapatkan. Kita semua tentu sadar dan tahu bahwa kemampuan mengingat manusia ada batasannya. Jika kita meninggalkan ilmu yang telah kita peroleh pada sebuah catatan tulisan, bila dikemudian hari kita membutuhkan maka akan mudah memperolehnya kembali. Selain itu dengan tulisan ini pula kita dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh ke skala yang lebih luas, misalnya anggota keluarga, suami dan anak.
Caraku Mengikat Ilmu
Sejak aku mengikuti komunitas Ibu Profesional, komunitas muslimah dan beberapa komunitas lainnya, aku membiasakan diri untuk mengikat ilmu yang aku peroleh. Oh ya melalui komunitas-komunitas ini pun aku memperoleh tips-tips tentang bagaimana caranya mengikat ilmu. Caraku antara lain aku jabarkan ke dalam beberapa sub bahasan berikut di bawah ini.
Menulis di buku catatan
Aku memiliki beberapa buku catatan yang aku khususnya untuk tema-tema tertentu. Jadinya aku tidak menemukan kesulitan untuk mencari catatan karena aku sudah tahu untuk pelajaran X ada di buku A sedangkan untuk ilmu Y ada di buku B. Setiap kali menulis catatan aku biasanya menuliskan tanggal dan siapa sumbernya. Tujuan adalah supaya di kemudian hari aku bisa tahu darimana ilmu tersebut berasal.
Kebetulan aku bukan orang yang dengan mudah saat mendengarkan mencatat dengan kata-kata kunci. Biasanya aku lebih sering menulis dalam bentuk kalimat. Tentu saja jika guru atau narasumber ilmu saat memberikan materi berbicara dengan cepat aku jadi kesulitan. Akhirnya aku menulis dengan tulisan yang kadang aku sendiri perlu usaha keras untuk membacanya.
Alhamdulillah di masa pandemi ini pemberian ilmu banyak melalui media daring sehingga biasanya disediakan rekamannya. Jika seperti ini lebih enak karena aku bisa stop and go video rekaman. Kadang aku bisa merangkum ilmu yang diberikan dengan bahasa yang menurutku lebih enak.
Mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari
Tahap berikutnya setelah mencatat adalah dengan mengamalkan ilmu yag diperoleh tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Ada tips yang aku dapatkan dari ustadz Weemar, bahwa jika kita ingin mengubah kebiasaan dibutuhkan waktu untuk konsisten berlatih selama kurang lebih 30 sampai 40 hari. Kalau memang topik yang dipelajari bukan tentang mengubah kebiasaan, bisa dengan cara rajin berlatih. Salah satu ungkapan dalam bahasa Jerman tentang latihan yaitu…
Übung macht den Meister
Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia: Latihan akan membuat seseorang menjadi ahli.
Membagikan melalui berbagai media
Tahap terakhir adalah dengan berbagi. Ada juga yang menyebutkan membagikan ilmu ini berarti mengamalkannya. Kalau aku beranggapan dengan membagikan kepada orang lain, mengajarkan kepada orang lain menjadi bagian dari beramal. Apalagi jika berbagi ini diniatkan untuk jariyah.
Yang tidak boleh dilupakan saat berbagi ini adalah meramu ilmu yang kita peroleh dengan bahasa kita sendiri. Jangan sampai kita melakukan plagiat atau benar-benar mengkopi materi ilmu yang diperoleh dari guru atau narasumber. Menyampaikan kembali materi plek sesuai yang kita dapatkan boleh saja asal sudah ijin dengan yang memberikan ilmu. Aku pribadi lebih puas jika bisa menyampaikan kembali ilmu yang kuperoleh dengan narasi yang aku banget.
Penutup
Ketiga hal tersebut adalah caraku mengikat ilmu. Semoga bisa bermanfaat untuk yang membaca yang mungkin sedang mencari cara bagaimana caranya mengikat ilmu. Atau mungkin diantara teman-teman pembaca ada yang memiliki pendapat lainnya?
Wallahu a’lam bis showaab
Salam,
-ameliasusilo-