Hidup di Jerman

Lebaran di Jerman

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh…

Bismillahirrohmaanirrohiim…

Cerita ini ditulis untuk menjawab writing challenge Kelas Literasi Ibu Profesional.

Sebelum aku bercerita tentang pengalamanku berlebaran di rantau atau tepatnya lebaran di negara Jerman ini, aku ingin bercerita bahwa aku dan keluarga kecilku sudah lama belum pernah merasakan lagi lebaran di Indonesia. Sejak datang ke negara Jerman ini kami belum pernah mudik saat Ramadan dan hari raya. Rencana kami sebetulnya adalah tahun ini, bila kondisinya memungkinkan, bisa berlebaran di Indonesia. Mumpung anak kecil masih di Kindergarten yang masih bebas absensinya. Tapi rencana hanya tinggal rencana. Tahun ini masih belum rejeki kami untuk berlebaran di Indonesia.

Oke, jadi sekarang ini aku ingin berbagi cerita lebaran yang sudah kami alami selama beberapa tahun ke belakang. Aku membagi cerita lebaran dan pernak-perniknya kali ini menjadi dua bagian. Yang pertana aku akan bercerita kebiasaan kami berlebaran saat sebelum pandemi. Di bagian berikutnya aku akan bercerita sedikit tentang lebaran tahun lalu, yaitu saat pandemi masih relatif baru terjadi.

Sebelum Pandemi

Kemeriahan perayaan hari raya Idul Fitri di kota tempatku tinggal tergantung dari berapa banyak warga muslim Indonesia yang tidak mudik ke Indonesia. Kebetulan warga muslim Indonesia yang berdomisili di kotaku, Hannover, cukup banyak. Mayoritas adalah keluarga muda yang memiliki anak-anak usia dibawah lima belas tahun. Selain itu masih ada para mahasiswa dan mahasiswi yang jumlahnya, bila berkumpul semua, bisa lebih dari dua puluh orang. Jadi bila semuanya berkumpul bisa dibayangkan keramaiannya.

Sejak beberapa tahun lalu komunitas muslim di Hannover ini bekerja sama dengan pengurus salah satu masjid. Dengan jumlah warga muslim Indonesia yang semakin meningkat, kami membutuhkan ruang yang lebih besar untuk menampung seluruh warga. Pertemuan yang biasanya diadakan di apartemen atau rumah warga sudah sering kali kurang maksimal untuk menampung seluruh warga. Di masjid ini selain ruang untuk solat memiliki ruang serbaguna yang cukup luas. Dengan kerja sama antara pengurus komunitas dan masjid ini membuat kami dapat menggunakan ruangan tersebut. Setelah memiliki fasilitas ruangan yang memadai alhamdulillah acara silaturahmi lebaran bisa diadakan disana. Seluruh warga bisa berkumpul dengan nyaman.

Untuk pelaksanaan solat hari raya ada dua kemungkinan yang kami miliki. Bila hari raya jatuh di hari kerja, kami biasanya solat Ied di masjid. Pemilihan masjid disesuaikan dengan pilihan jam pelaksanaan solat yang sesuai dengan kondisi diri atau keluarga masing-masing. Berbeda dengan pelaksanaan solat Ied di Indonesia yang cenderung serentak, di Hannover pelaksanaan solat berbeda-beda. Sepengetahuanku yang paling pagi adalah jam 7 dan yang paling siang jam 9. Jika suamiku cuti, kami biasanya solat di masjid yang memiliki kerja sama dengan komunitas. Masjid ini kebetulan lokasinya dari apartemen yang lama hanya 20 menit dengan berjalan kaki. Pelaksanaan solat biasanya pukul 8 pagi. Sebagian besar warga Indonesia di Hannover biasanya solat disini. Serunya adalah selesai solat kami bisa foto-foto (dokumentasi penting hihihi..) dan silaturahmi. Lebaran di rantau jadi tidak merasa sendirian.

Beda lagi jika lebaran jatuh di akhir pekan. Bila terjadi seperti ini biasanya pengurus komunitas akan mengusahakan agar warga bisa solat Ied bersama-sama di rumah warga yang bisa cukup menampung kami semua. Bila tidak memungkinkan, maka kami solat Ied seperti jika jatuh di hari kerja.

Enaknya lebaran yang jatuh di akhir pekan adalah komunitas bisa langsung menyelenggarakan silaturahmi di hari yang sama. Suasana lebaran masih terasa kental sehingga menurutku nuansanya jadi lebih dapat.

Menyambut acara silaturahmi biasanya ibu-ibu sudah menyiapkan daftar potluck. Jadi tiap warga boleh membawa apapun dan menuliskan di daftar tersebut. Tujuannya menuliskan daftar ini adalah supaya terlihat apa yang masih kurang sehingga bagi yang masih bingung bisa mengisi yang masih kurang tersebut.

Ibu-ibu biasanya memiliki ide untuk memberikan acara persembahan dari anak-anak untuk warga. Temanku Frita yang biasanya semangat untuk melatih anak-anak untuk kegiatan ini. Adanya acara persembahan dari anak-anak ini yang biasanya menambah suasana lebaran lebih terasa lagi.

Sayang sekali silaturahmi lebaran luring ini terakhir kami laksanakan 2019 lalu. Tahun 2020 dan 2021 ini pelaksanaan silaturahmi dilakukan secara luring.

Kisah lebaran tahun 2019 sudah pernah aku ceritakan di tulisanku Eid Mubarak 1440 H.

Setelah Pandemi

Lebaran tahun 2020 lalu adalah pengalaman lebaran yang luar biasa. Luar biasa dan untuk pertama kalinya bukan hanya untukku tetapi seluruh umat muslim di dunia. Tidak ada pelaksanaan solat Ied yang berjamaah ramai seperti biasanya. Bahkan pelaksanaan solat dilakukan di rumah masing-masing. Yang menjadi imam dan khatib adalah suami atau ayah atau anak laki-laki atau lelaki yang ada di rumah.

Menurutku lebaran tahun lalu menarik karena kami menentukan sendiri jam untuk solat. Masak menu lebaran sendiri dan makan-makan sendiri. Tidak ada buru-buru pergi ke masjid. Tidak ada silaturahmi dan berpelukan dengan muslimah Indonesia di Hannover.

Acara halal bihalal pun diselenggarakan secara daring. Menurutku greget acara lebaran kurang berasa meskipun acaranya tetap ramai dan menyenangkan karena ada kuis yang dibuat oleh pengurus komunitas. Tahun ini karena pandemi masih belum berakhir maka acara pun akan tetap dilakukan melalui platform Zoom. Siap-siap menunggu kejutan yang disiapkan oleh pengurus komunitas.

Kisah lebaran di masa pandemi 2020 sudah pernah kutuliskan di Perayaan Idul Fitri 1441 H.

Lalu, bagaimana dengan persiapan lebaran dan Idul Fitri 1442 H/2021 ini? Tunggu cerita berikutnya ya insyaAllah…

Salam,

-ameliasusilo-

Silakan tinggalkan komentar anda disini..