Ketika Anakku Belajar Naik Sepeda
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh..
Bismillahirrohmaanirrohiim..
Disclaimer: cerita ini kutulis untuk diikutsertakan di KLIP writing challenge Juli 2020 dalam rangka Hari Anak Indonesia
Tahap belajar naik sepeda anakku sebenarnya sudah dimulai sejak beberapa tahun yang lalu. Aku dan suami sudah merencanakan tahap belajar ini sejak beberapa tahun yang lalu ketika anaknya masih naik Kinderwagen (stroller) hihihi..
Jadi ceritanya ketika anakku masih Krippe (playgroup), ada seorang ibu temannya anakku yang bercerita tentang anaknya kepadaku. Ketika itu teman anakku, sebut saja Marie (3 tahun), ingin sekali naik sepeda. Selama ini ia selalu naik Roller (otoped) dari rumah ke Krippe. Akhirnya Marie dan kedua orang tuanya pergi ke toko sepeda untuk membeli sepeda baru.
Saat tiba di toko sepeda, pelayan toko disana bertanya apakah Marie sudah lancar naik Laufrad (balance bike). Marie pun menggelengkan kepalanya. Pelayan toko itu pun lalu menjelaskan kepada Marie bahwa sebelum Marie naik sepeda sebaiknya ia belajar naik Laufrad terlebih dahulu. Tujuannya supaya keseimbangan Marie sudah terlatih. Selain itu Marie pun sudah terbiasa untuk mengendalikan sepedanya dan memperhatikan lalu lintas.
Pelayan toko menyarankan jika Marie sudah lancar dengan Laufradnya yang ada di rumah, baru kembali lagi ke toko untuk membeli sepeda roda dua. Pelayan pun lalu menjelaskan pula kepada kedua orang tua Marie bahwa sebaiknya langsung membeli sepeda roda dua setelah Marie lancar naik Laufrad. Hal ini akan lebih baik daripada Marie saat ini membeli sepeda roda empat. Baik dan informatif ya pelayan tokonya? Padahal kalaupun dia menjual sepeda roda empat juga tidak rugi.
Dari cerita tersebut, aku pun lalu menceritakan ke suami. Kami pun akhirnya sepakat sebelum belajar sepeda roda dua, anakku akan kami perkenalkan dan dilancarkan terlebih dahulu dengan Laufrad dan Roller. Kami pun sepakat bahwa tugas mengajarkan seperti ini menjadi tanggung jawab si ayah. Bunda hanya menjadi tim hore dan sesi dokumentasi. Ketika anaknya sudah mulai bisa, baru bunda mengambil alih pendampingan proses belajar. Caranya dengan cara membiasakan bocil mengendarai baik Laufrad, Roller dan sepeda roda dua nya ke sekolah.
Oh iya, kami memutuskan setelah belajar Laufrad dan Roller, D akan langsung belajar roda dua. Persis seperti anjuran pelayan toko kepada kedua orang tua Marie.
Ini adalah dokumentasi ketika anakku pertama kali belajar naik Laufrad.
Sungguh mengajarinya naik Laufrad adalah masa-masa encok hihihi.. Tapiii seruuuu..
Sesungguhnya kami merasa “terlambat” mengajari anak kami Laufrad. Sebab anak kami baru belajar serius ketika usianya tiga tahun. Pada saat usianya dua setengah tahun kami sudah memperkenalkan. Tapi waktu itu anaknya ketakutan sebab dudukkan sepedanya lupa diturunkan oleh pak suami hihihi.. Nah ketika usia tiga tahun itu, dudukkannya sudah terlanjur diturunkan, anaknya sudah lebih tinggi, kami malah lupa meninggikan hehehehe.. Butuh waktu beberapa kali belajar sampai anaknya tidak sadar ngebut meninggalkan bundanya lari-lari mengejar dia hihihi
Setahun berikutnya, kami pun mulai mengajarkan Roller. Proses belajarnya ternyata justru lebih lama dibandingkan belajar Laufrad. Ketika sudah mulai lancar naik Roller, Laufrad pun ditinggalkan. Kebetulan memang Laufrad-nya sudah terlalu pendek untuk anakku. Bagi kami, orang tuanya, Roller ini lebih ringkas dibawa-bawa ketika si anak tidak mau lagi naik Roller saat jalan-jalan. Lebih enteng pula diangkut saat naik bus maupun tram.
Sejak awal tahun 2020 kami mulai mengenalkan sepeda roda dua. Metode belajar naik sepeda ini pun bertahap. Ide pak suami untuk awalnya pedal untuk menggenjot sepeda dilepas terlebih dahulu. Jadi bocil mengakrabkan diri dan berlatih menyeimbangkan tubuhnya dengan sepeda roda duanya ini seperti halnya ketika dia mengendarai Laufrad-nya. Jadi sepeda dijalankan dengan kedua kakinya bukan dengan pedal. Memang kasihan sebetulnya, karena sepeda yang terbuat dari besi ini jauh lebih berat daripada Laufrad kayu. Namun yang kami rasakan, si bocah jadi lebih cepat akrab dan lebih berani dibandingkan ketika sepedanya masih ada pedal.
Tujuan pak suami melepaskan pedal sepeda yang lain adalah agar bocah tidak bingung ketika belajar sepeda. Bingung? Iya bingung.. Harus belajar genjot sepeda dengan pedal dan disaat yang bersamaan harus belajar memberhentikan sepeda dengan cara tangannya memencet rem yang ada di tangan. Nah ketika pedal di lepas, maka anak konsentrasi awal belajarnya adalah keseimbangan. Setelah anaknya percaya diri dengan keseimbangan, maka pak suami lalu mengajari bocah untuk menggunakan rem yang ada di tangannya.
Setelah beberapa bulan, akhirnya kami memutuskan untuk memasang pedal sepeda dan mengajari anak kami naik sepeda roda dua beneran. Alhamdulillah proses belajarnya jauh lebih cepat dan mudah dibandingkan Laufrad dan Roller. Dua kali belajar anaknya sudah ngebut hahaha.. Naik sepeda yang ketiga anaknya sudah belajar sendiri untuk start mulai menggenjot sepeda tanpa bantuan. Alhamdulillah..
Ini video belajar naik sepeda roda dua.
Jadilah mulai saat ini kalau ayah bundanya jogging atau jalan kaki si anak kecil bisa ikutan dengan naik sepeda. Sekarang, dia gemas kalau kami lambat jauh dibelakang ditinggal oleh dirinya yang ngebur naik sepeda. MasyaAllah..
Semoga cerita pengalaman kami sekeluarga bisa bermanfaat untuk teman-teman yang membaca ya.
-ameliasusilo-