keluarga di perantauan michdichuns
Hidup di Jerman,  KLIP

Keluarga di Perantauan

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.. Bismillahirrohmaanirrohiim.. Keluarga adalah orang-orang yang terdekat dengan kita. Baik itu keluarga inti yang terdiri dari pasangan, orang tua atau anak. Atau keluarga yang lebih besar lagi seperti om, tante dan keluarganya. Kehangatan keluarga menjadi alasan perantau merindukan tanah air atau tanah kelahiran. Bila sudah sangat rindu tetapi karena satu dan lain hal masih belum bisa pulang kampung, apa yang harus dilakukan?

Cerita ini ditulis untuk challange wajib kelas persiapan di Kelas Literasi Ibu Profesional (KLIP).

Merantau

Tinggal jauh dari orang tua bukan hal baru untukku. Sebelum tinggal di Jerman aku sudah pernah tinggal jauh dari tanah kelahiranku untuk jangka waktu yang lama. Setiap kali tinggal jauh dari orang tuaku, aku memiliki pengalaman yang berbeda. Pengalaman-pengalaman ini memperkaya cerita hidupku, memperbanyak pengalaman dan memperluas wawasanku.

Orang yang merantau biasanya mendapatkan apresiasi jika ia bisa bertahan hidup. Apalagi jika perantau ini bisa sukses, berhasil dan memiliki kehidupan yang lebih baik dibandingkan dengan kehidupannya di tempat asalnya. Orang tua dan keluarga besar akan bangga dan bahagia karena keberhasilan yang diperoleh sang perantau.

Jika aku renungkan kembali ceritaku di perantauan maupun cerita-cerita perantau lainnya sepertinya ada kesamaan cerita, yaitu homesick. Dibalik perjuangan dan keberhasilan perantau ada kisah haru tentang kerinduan perantau terhadap keluarganya di tanah air. Ada sebagian yang segera cepat bangkit. Sebagian lagi membutuhkan waktu yang lebih lama.

homesick, rindu keluarga, adalah salah satu penyakit perantau.

Saat berada di posisi seperti ini sebenarnya kehadiran keluarga baru di tanah baru akan sangat membantu. Tapi apakah semudah itu mencari teman baru atau komunitas yang bisa seperti layaknya keluarga yang sebenarnya?

Mencari Keluarga di Tanah Rantau

Jawabannya bisa!

Memang tidak semua perantau bisa beruntung bertemu dengan orang baru yang bisa dijadikan seperti keluarga sendiri. Bila tinggal di luar negeri sepertiku saat ini ada beberapa alasan yang menyebabkan menemukan keluarga baru menjadi tantangan tersendiri. Oh ya, keluarga baru ini tidak harus yang sama-sama berasal dari Indonesia ya. Bisa saja berasal dari negara lain atau sama-sama dari Indonesia tetapi berbeda generasi.

Menurutku beberapa tantangan di tanah rantau yang berada di luar Indonesia antara lain:

  • Tinggal di daerah yang populasi orang Indonesianya sedikit bahkan mungkin tidak ada
  • Permasalahan bahasa
  • Sibuk kuliah atau kerja
  • Tidak ada komunitas yang cocok di hati
  • Malu

Mungkin teman-teman perantau ada yang bisa menambahkan tantangan apa lagi yang dirasakan untuk mendapat teman baru yang rasanya seperti keluarga sendiri?

Proses berkenalan, cocok sampai akhirnya terasa seperti keluarga sendiri bagi sebagian orang membutuhkan waktu dan bagi sebagian lainnya bisa jadi tidak membutuhkan waktu. Semuanya kembali lagi kepada rezeki masing-masing orang yang berbeda. Walapun ada banyak tantangan dan faktor yang mempengaruhi menurutku kunci utamanya adalah bagaimanya kitanya sendiri yang terbuka untuk menerima dan membuka diri untuk menjadi bagian dari sebuah lingkungan pertemanan maupun komunitas yang baru.

Keluargaku di Perantauan

Alhamdulillah sejauh ini aku diberi kemudahan untuk mendapatkan teman-teman baru yang rasanya sudah seperti keluarga. Di Hannover komunitas orang Indonesia bisa dibilang cukup aktif. Sejak awal datang aku ikut menjadi bagian dari Keluarga Muslim Hannover (KMH) yang sesuai namanya merupakan komunitas yang menaungi muslim Indonesia yang berdomisili di kota Hannover dan sekitarnya. Dari komunitas pengajian inilah aku bisa bertemu dengan keluargaku di perantauan.

Komunitas ini semakin lama semakin besar. Sebagian anggotanya adalah mantan mahasiswa Indonesia yang telah selesai sekolah dan berkeluarga. Meskipun satu dua keluarga silih berganti back for good ke Indonesia atau pindah ke kota lainnya, ada lagi keluarga baru yang datang. Selain keluarga ada pula mahasiswa dan mahasiswi yang masih aktif berkuliah.

Kebetulan rentang usia kami yang sesama keluarga tidak terlalu jauh. Sehingga lebih mudah untung nyambung antara satu dengan yang lainnya. Kami juga memiliki anak-anak yang sebaya. Setidaknya ada yang kelompok bayi, kelompok TK, SD dan anak-anak besar. Oleh karena itu selain di acara pengajian beberapa kali kami sering pergi bersama atau sering melakukan aktivitas bersama-sama. Seperti yang ibu Septi katakan di Ibu Profesional bahwa untuk meningkatkan keakraban perlu sering main dan ngobrol bareng. Karena kami sering kumpul bareng menyebabkan rasanya sudah seperti keluarga sendiri.

Acara jalan-jalan bareng yang kami lakukan antara lain saat main salju bersama di Torfhaus.

Adik-adik mahasiswa juga ikut menjadi bagian dari keluarga besar kami. Menurutku mereka sudah seperti adik bagi kami yang sudah lebih tua. Kadang-kadang keki kalau ada yang panggil tante atau ibu saat mereka pertama kali datang ke acara pengajian dan berkenalan. Wajar sih sebenarnya mengingat mereka masih baru fresh lulus SMA yang tentu saja perbedaan usianya dengan kami cukup jauh. Tapi karena tidak biasa jadi rasanya tua banget hihihi.. Bagi yang sering ikutan kegiatan biasanya jadi jauh lebih akrab dan menghilangkan rasa sungkan karena perbedaan usia. Jadinya sama-sama asyik dan seru seperti keluarga sendiri.

Peran Keluarga di Perantauan

Aku sungguh sangat bersyukur bertemu dengan keluarga baruku di kota Hannover. Aku jadi punya saudara yang mengayomi, mengingatkan, mendukung, menghibur, memberikan solusi dan semangat. Mereka secara bergantian selalu ada dan hadir dengan berbagai kemampuan mereka untuk membantu maupun keluarga kecilku. Jika ada yang bertanya bagaimana caranya aku bisa menyelesaikan sekolah dengan memiliki anak bayi, aku akan menjawab salah satunya adalah peran suportif teman-teman di Hannover.

Saat sakit atau sedih, dikala senang dan bahagia, kami bisa berbagi baik dengan keluarga di Indonesia maupun keluarga Hannover.

Kadang aku merasa malu karena yang mereka berikan padaku jauh lebih banyak daripada yang bisa kuberikan kepada mereka. Semoga semua kebaikan dan ketulusan keluarga di Hannover kepadaku dan keluarga kecilku mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah yang Maha Pemberi Rezeki.

Salam,

-ameliasusilo-

4 Comments

  • Lelly

    Assalamualaikum bund, bunda tanya dg, kalau untuk mendaftarkan anak masuk sekolah sd atau smp atau sma di jerman itu apakah ada sekolah khusus untuk anak2 indonesia bersekolah disana yg memadai untuk mereka bisa beradaptasi dengan bahasa jerman? Apakah sekolahnya gratis juga? Lalu bagaimana cara mendaftarkan anak untuk bisa bersekolah di jerman? Syaratnya apa saja yaa bun?

    • amsusilo

      Wa ´alaikumsalam.. sepengetahuan saya anak2 masuk sekolah publik di sekitar tempat tinggal yang berbahasa Jerman. Untuk sekolah ini tidak ada pungutan biaya sama sekali. Sejauh ini saya hanya satu kali bersama orang tua murid lainnya di kelas anak saya mengumpulkan uang untuk membeli kebutuhan tambahan anak2 di kelas. Itupun hanya 10 euro untuk satu tahun. Jika di kota domisili ada sekolah internasional orang tua boleh mendaftarkan putra putrinya kesana. Sekolah ini berbayar dan biasanya biayanya cukup lumayan. Dari cerita yang saya dengar anak usia SD akan langsung masuk sekolah seperti biasa. Nanti akan diberikan kelas tambahan untuk bahasa Jerman. Untuk anak yang lebih besar ada kelas adaptasi terlebih dahulu sebelum masuk ke sekolah. Setahu saya support seperti ini gratis

    • amsusilo

      Setelah mbak Lelly dan keluarga lapor diri di kantor imigrasi/Ausländerbehörde setempat nanti mbak Lelly akan mendapatkan surat untuk sekolah anak. SD biasanya sudah langsung diarahkan ke sekolah tertentu yang radiusnya dekat dengan tempat tinggal. Nanti mbak Lelly tinggal mendaftar kesana. Untuk anak yang lebih besar setahu saya ini perlu mendaftar ke masing-masing sekolah. Jika ada kesulitan di proses ini biasanya bisa minta bantuan dari kantor pemerintah yang mengurusi anak2 dan pemerintah mbak. Anak2 wajib sekolah disini jadi insyaAllah tidak mungkin tidak mendapat sekolah.

    • amsusilo

      Untuk syarat saya kurang tahu mbak. Karena ketika anak saya masuk SD yang dibutuhkan hanya keterangan dari pemeriksaan dokter bahwa anak saya sudah siap untuk bersekolah. Selebihnya kami hanya mengisi formulir dan memberikan dokumen penyerta seperti ijin tinggal, akte kelahiran, bukti imunisasi.

Silakan tinggalkan komentar anda disini..