Hurra, das Baby ist da!
It’s going to be a very long story:)
Proses kelahirannya Danesh satu tahun yang lalu sampai detik ini masih belum bisa aku lupakan. Menurutku semua perempuan yang mengalami proses kelahiran normal maupun operasi bisa dipastikan masih ingat biarpun hanya sekelebat. Urut – urutan peristiwa melahirkan sendiri sebetulnya bukan peristiwa yang asing buatku. I’ve been there eventhough not literally as giving birth to my own baby. Bersyukur pernah melewati fase menjadi mahasiswa kedokteran dimana aku harus masuk rotasi kebidanan dan ikut membantu proses kelahiran.
Inget – inget jaman jadi koas obsgyn.. Pertama kalinya dalam rotasi itu aku dapet giliran membantu persalinan pasien, ibu muda mau melahirkan anak pertamanya. Prosesnya sendiri bukan proses yang sulit, ibu itu melahirkan tanpa ada komplikasi maupun kesulitan pada saat melahirkan. Momen kepala si bayi keluar dan aku siap – siap buat angkat sang bayi tentunya membuat terharu, untungnya ada residen yang mendampingi jadi jika aku tidak bisa melakukan beliau siap bantu. Setelah selesai mau tahu apa yang aku lakukan? Telefon mommy hehehehe… I cried and apologized :’)
Ada 10 hal yang berkesan di tanggal 15 – 16 Desember 2014:
1. Tuan besar mendampingi dari awal sampai anakku lahir
2. Ditemenin Mommy dan Mamah
3. Si bayi langsung hap mimik
4. Suami sukses mempraktikkan materi yang diajar selama Geburtsvorbereitungskurs
5. Yang memimpin persalinan ternyata bidan dan bu Bidan yang baik hati itu adalah guru kami saat Geburtsvorbereitungskurs
6. Merasakan hal yang paling kutakutkan dalam proses melahirkan: induksi
7. Diepisiotomi
8. Dapet 20 jahitan
9. Merasakan 27 jam kontraksi
10. Diperlakukan dengan baik oleh Hebamme dan dokter di Friederikenstift
Kehamilan trimester 3 untukku adalah trimester drama ke-2. Ditrimester ini mulai dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu CTG yang hasil pemeriksaannya menunjukkan denyut jantung janin dan kejadian kontraksi. Peristiwa pertama yang lumayan membuat dagdigdug adalah saat pertama kalinya aku pergi sendirian memeriksakan diri ke Hebamme, pertama kalinya merasakan yang namanya kontraksi dan pertama kalinya dirujuk ke RS. Katanya yang namanya kontraksi itu sakitnya sampai di punggung, pinggang dan pokoknya sakit. Hari itu kejadian pada saat CTG, tapi hanya sebentar. Ketika perawat datang cek hasil CTG wajahnya langsung berubah – pergi – datang lagi sama bu bidan. Di kertas hasil menunjukkan ada banyak kontraksi kuat padahal usia kehamilannya belum masuk umur boleh melahirkan yang artinya aku harus dirujuk ke RS untuk pemeriksaan lebih lanjut. Aku harus secepatnya pergi tidak boleh tunda. Ampun… Telefon suami, dia juga tidak bisa apa – apa, tidak bisa tinggalin kerjaannya gitu aja. Mau telefon ibu – ibu Hannover, itu jam pagi pasti masih pada sibuk. Akhirnya pergi sendiri dan untuk pertama kalinya naik taksi sendirian di Jerman dan memang rejeki dapet pengemudi perempuan yang baik banget. Saat begini aku bersyukur Tuan Besar selalu “memaksa istrinya mandiri dan bicara bahasa Jerman”, karena dalam kondisi darurat begini aku bisa mandiri. Setelah observasi 1 jam di MHH, aku boleh pulang diberi obat sebab tidak ada pembukaan dan kontraksi – kontraksi kuat lainnya. Ini kayanya gara – gara nekat belanja baju bayi jalan – jalan cari sale 6 jam sendirian di kota, nenteng belanjaan sendirian 😀
Dari kejadian pertama aku ditegur ibu – ibu, katanya kalau ada apa – apa bumil harus telefon salah satu ibu – ibu supaya tidak pergi sendirian hehehe.. I love you all buibuu.. Dan benar aja kejadian lagi hal yang sama kedua kalinya, untungnya sudah masuk 37 minggu yang artinya apabila ada sesuatu dan lain hal kehamilan bisa diterminasi (bahasanya medis banget :p). Yang terpikir pertama kali, telefon suami. Yang kedua telefon Rizka, yang paling terdekat buat temenin di Friederikenstift. Iya kejadian yang kali ini mintanya dirujuk ke Friederikenstift, karena kalau emang sudah saatnya melahirkan kami memilih Rumah Sakit ini. Sama seperti sebelumnya, boleh pulang belum ada pembukaan.
Setelah drama urusan visa mommy dan mamah mertua berakhir, tanggal 10 Desember 2014, usia kehamilan 38 minggu, aku jemput mamah di Flughafen Hannover. Mereka berdua khusus datang ke Hannover dalam rangka kelahiran cucu pertama, si cucu emas. Setelah 2 1/2 tahun akhirnya lahir juga si cucu yang ditunggu. Alhamdulillah dengan adanya mamah, aku jadi tidak terlalu khawatir jika misalnya saat tuan besar kerja tiba – tiba kontraksi hebat dan harus ke RS. Di minggu ke-38 itu semuanya berjalan seperti biasa, masih sempat ke dokter ditemani mamah, masih bisa ke kota jalan – jalan tanpa merasakan kontraksi. Mommy datang masih 5 hari lagi.
Hari Minggu 14 Desember 2014, kami datang ke acara ulang tahun mas Naren. Disana masih biasa aja, makan banyak, ngobrol sana – sini hahahihi.. Yang aku ingat ada yang bilang, “Makan yang banyak Mel, siapa tahu habis ini mulai pembukaan.” dan Frita juga bilang, “Tahun lalu waktu kita acara ulang tahun Naya, Kiki lagi di RS mau lahiran mas Naren.” Aku cuma bilang, “Jangan dulu dong, nyokap gw baru dateng besok sore niih.. PR banget kalau gw udah di RS.” Iya, Mommy baru datang di Hannover 15 Desember sore. Kejadian beneran dong.. Malamnya itu perut sudah mulai tidak nyaman tapi bukan kontraksi. Sebenernya sumbat jalan lahir sudah keluar dari beberapa hari sebelumnya, jadi memang tinggal tunggu waktu untuk mulai pembukaan meskipun tanggal perkiraan kelahirannya masih 1 minggu lagi.
Hari itu jam 10 malem perut sebenernya sudah mulai kencang banget rasanya, begah, tapi belum ada kontraksi. Masih ngobrol sama mamah dan Tuan Besar sambil menulis kartu ucapan. Kontraksi pertama kali sekitar jam 4 pagi, belum teratur cukup sering lumayan bikin sengkring – sengkring hehehe.. Akhirnya senin pagi kami bertiga pergi ke Friederikenstift naik U. Sesuai petunjuk saat Geburtsvorbereitungskurs, langsung pencet bel di pintu Kreissaal. Dari pemeriksaan itu masih pembukaan 1, kami diminta jalan – jalan ke kota dan sekitar tengah hari periksa ulang ke RS. Lumayan bisa sarapan, bisa beli seprei, bisa beli yang kurang dari barang kebutuhan bayi. Pemeriksaan yang kedua pun ternyata masih dilatasi 1 cm. Hebamme kasih opsi tinggal disitu observasi atau pulang. Kami pilih pulang, bagaimanapun juga lebih enak di rumah nunggu kontraksi sampai teratur. Hebamme bilang, selama aku masih bisa tertawa atau saat kontraksi meringis tapi senyum berarti perjalanan masih jauh. Kalau aku mulai wajahnya tidak karuan saat kontraksi nah baru tandanya si bayi mau keluar hehehe..
lanjut ke cerita kedua..
Salam,
-ameliasusilo-
4 Comments
Pingback:
Pingback:
Pingback:
Pingback: