Hikmah Persiapan Haji 2024
Pertama, aku ingin menulis bahwa sebaik – baik kita menyusun rencana dan strategi di kehidupan kita, tetap ada Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Berkehendak. Allah yang paling tahu rencana yang terbaik bagi kita.
Rencana manusia vs rencana Allah
Aku dan suamiku merumuskan sebuah rencana bagi kehidupan kami berdua. Kami inginnya segera setelah salah satu dari kami mendapat pekerjaan yang diakui oleh kantor imigrasi Jerman dan dapat mengganti izin tinggal kami dari mahasiswa menjadi pekerja, kami ingin segera dalam waktu dekat segera berhaji. Jika bisa setahun itu akan menjadi sesuatu yang terbaik bagi kami. Jika belum bisa paling tidak kami inginnya paling lambat dua tahun setelah mendapat pekerjaan.
Kami menunda keinginan yang sifatnya duniawi. Dalam hal ini kami menunda pindah apartemen ke yang ukurannya lebih besar. Suamiku juga memendam keinginannya untuk membeli mobil. Kami memprioritaskan haji di atas mudik ke Indonesia mengunjungi keluarga kami. Aku dan suamiku juga menunda rencana kehamilan kedua sampai setelah berhaji.
Dari semua rencana kami, manakah yang tercapai terlebih dahulu?
Berhaji atau semua hal yang kami tunda?
Percaya atau tidak hampir semua yang kami kalahkan prioritasnya demi haji justru Allah kabulkan terlebih dulu.
Haji dari luar Arab Saudi ditutup tahun 2020 dan 2021 karena pandemi COVID-19. Awal tahun 2021 kami diberi rezeki pindah ke apartemen yang lebih besar. Proses mendapatkan apartemennya sangat cepat dan mudah. Memindahkan barang – barang juga tidak sulit di tengah pandemi. Kami tinggal jauh lebih nyaman daripada apartemen sebelumnya.
Tahun 2022 kami mencoba untuk mendaftar haji melalui sistem yang baru. Sayangnya gagal padahal keluarga sudah datang ke Jerman untuk menjaga putraku. Akhirnya, kami malah berlibur bersama keluarga saja di Jerman. Pada tahun 2022 ini kami diberi rezeki yang sudah lama kami tunggu, hamil anak kedua. Anak yang sudah kami tunggu itu tiba – tiba saja hadir di tengah keluarga kami.
Tahun berikutnya, kami pun mudik ke Indonesia. Menghabiskan waktu sebagian besar bersama keluarga dan menyelenggarakan acara keluarga untuk anak – anak kami yang tidak pernah kami rencanakan sebelumnya.
Baru akhirnya di 2024 Allah panggil aku dan suamiku untuk berhaji setelah hal – hal yang kami tunda tadi justru Allah kabulkan satu persatu sesuai waktu dan porsinya.
Jika bukan Allah yang berencana dan berkehendak, siapa lagi yang dapat menyusun rencana sebaik dan seindah itu?
Berhaji
InsyaAllah mulai awal tahun 2025 nanti aku akan mulai bercerita tentang pengalaman menjalani ibadah haji. Perjalanan haji kami selama sekitar tiga pekan akan kutuangkan ke dalam tulisan – tulisan agar menjadi pengingat bagi diriku sendiri sebelum aku melupakannya.
Cerita saat berhaji mulai dari keberangkatan di stasiun Hannover, bandar udara Berlin, Madinah, Mekah sampai akhirnya kembali lagi ke Hannover tidak kalah banyak dengan cerita sebelum haji seperti yang kutuliskan di skripsi ini.
Ketika aku dan suami kembali lagi ke Hannover dan kembali menjalani hari – hari kami sama seperti sebelum berhaji, ada rasa yang berbeda. Selama tiga pekan kami hanya memikirkan tentang ibadah. Jam berapa bangun tidur, pergi ke masjid, jam berapa harus kembali lagi ke hotel untuk sarapan, berapa lama istirahat di hotel, kapan beli makan siang dan beribadah ke masjid dan seterusnya. Yang kami pikirkan hanya ibadah ibadah ibadah, makan minum dan istirahat. Saat kembali lagi, pikiran kami mulai terbagi dengan banyak hal lainnya. Terasa sekali bedanya.
Perbedaan inilah yang pada akhirnya menimbulkan keinginan untuk kembali lagi ke tanah suci. Ingin kembali menikmati masa – masa beribadah dengan suasananya yang tenang dan nyaman.
Pengalaman saat menjalani ritual haji mulai dari tanggal 8 sampai 12 Dzulhijah pun menjadi sesuatu hal yang indah untuk dikenang dan merindukan. Banyak sekali yang aku dan suamiku alami dan peroleh. Berhaji adalah kegiatan fisik sehingga kondisi fisik kami berdua benar – benar diuji saat itu. Namun, berhaji juga merupakan kegiatan ruh dan akal. Ketiga unsur penyusun manusia ini memiliki peranan yang sama pentingnya dan sama diujinya. Jika ketiganya tidak dipersiapkan dengan baik sebelum pergi haji akan sayang sekali.
Sampai saat ini aku masih menangis jika melihat foto atau video haji kami berdua. Rasa rindu dan seluruh kenangan saat melewati hari – hari di tanah suci masih terasa kuat meskipun sudah berlalu enam bulan yang lalu. Lini masa akun media sosialku juga masih dipenuhi oleh foto dan video orang – orang yang umroh atau ingin berhaji. Seakan – akan menjagaku agar selalu ingat untuk beribadah kepadanya dan merindukan Mekah serta Madinah.
Berhaji bersama pasangan
Oh ya, aku ingin menyarankan bagi teman – teman pembaca yang sudah menikah untuk menjalankan ibadah haji bersama dengan pasangannya. Jika kondisi finansial memungkinkan dan anak – anak bisa ditinggal, pergi berhaji berdua sangat kuanjurkan.
Memang bersama pasangan akan mendapat ujian dan tantangan dari Allah. Tetapi bagaimana caranya bisa menghadapai tantangan dan ujian tersebut akan menjadi insight tersendiri bagi pasangan yang bermanfaat untuk tumbuh dan kembangnya hubungan yang terjadi antara suami – istri tersebut. Setidaknya itu yang kurasakan setelah pergi haji bersama suamiku bulan Juni 2024 lalu.
Yang paling penting adalah kebersamaan saat menjalani ritual haji. Wukuf di Arafah, Mabit di Muzdalifah, melempar Jumroh di Mina dan Tawaf serta Sa’i di Mekah sebaiknya dilakukan bersama dengan pasangan. Bersama – sama dengan grup atau berdua saja dikembalikan kepada masing – masing pasangan. Kalau aku dan suami tetap memilih berjalan bersama rombongan tetapi berdampingan.
InsyaAllah akan ada hal baik yang diperoleh bersama dengan pasangan. Selesai mengerjakan ibadah haji juga sebaiknya banyak menghabiskan waktu bersama pasangan, misalnya saat pergi ke masjid atau ketika berziarah di seputar Mekah atau Madinah.
Bila ternyata tidak memungkin ya tidak apa – apa. Ada kenikmatan lain, pengalaman yang berbeda dan sama – sama bermanfaatnya yang kulihat dari teman – temanku sesama jamaah haji Indonesia Balcok yang tidak pergi bersama pasangannya. Tidak ada sesuatu ketetapan dari Allah yang sia -sia, bukan?
Kita, manusia umatnya, akan dapat mendapatkan sesuatu dari ketetapan Allah tersebut.