Haji Jerman

Haji 2024 Tips Meninggalkan Anak di Jerman Saat Berhaji

Meninggalkan anak di Jerman saat pergi haji bagi sebagian jamaah haji bisa jadi buka perkara yang mudah. Ada beberapa tips lainnya yang ingin kubagikan di sini sesuai pengalamanku dan suami saat meninggalkan anak kami tahun 2024.


Hai teman pembaca Michdichuns!

Siapa di antara teman pembaca Michdichuns yang saat ini sedang mempersiapkan pergi haji tapi masih bingung dengan persiapan meninggalkan anak – anak?

Adakah teman pembaca Michdichuns yang ingin berniat berangkat haji tetapi masih terpikir nanti anak – anak sama siapa saat kedua orang tuanya berhaji?

Siapa yang punya pertanyaan – pertanyaan lainnya yang intinya terkait meninggalkan anak – anak selama orang tuanya pergi haji?

Tenaaang.. Teman pembaca Michdichuns tidak sendirian. Tema ini ada salah satu hal yang menjadi bahan utama penting saat aku dan suamiku berniat berhaji.

Pergi Haji Berdua atau Bergantian?

Sejak awal pembicaraan mengenai pergi haji aku dan suami sudah sepakat bahwa kami akan berusaha untuk pergi haji berdua. Pembicaraan ini sudah kami lakukan sejak lama sekali.

Waktu itu bahkan kondisi keuangan keluarga kami masih belum memungkinkan untuk menabung haji. Saat itu belum terpikir bagaimana dengan anak yang ditinggalkan di Jerman saat kami berhaji karena kami belum punya anak.

Keinginan untuk pergi haji berdua semakin menguat saat kami dimintai tolong menjaga anak – anak di Hannover yang kedua orang tuanya berhaji. Ketika mereka pulang lalu menceritakan pengalamannya rasanya ingin sekali bisa merasakan hal yang sama.

Mendengar cerita sepasang teman kami sepulang haji, rasanya senang sekali bisa berhaji bersama pasangan. Karena mereka juga kami jadi terbayang strategi meninggalkan anak jika memang rezeki kami pergi haji berdua, bersama – sama.

Saat menjaga anak teman kami itu sebenarnya aku sedang hamil besar. Walaupun begitu tidak ada rasa ragu dari kami jika perlu meninggalkan anak. Mungkin sudah terbayang melihat bagaimana anak – anak yang kami jaga tersebut baik – baik saja selama ditinggal orang tuanya.

Keputusan pergi berdua atau bergantian setelah punya anak

Ketika pada akhirnya keinginan semakin menguat dan kami sudah lebih memungkinkan kondisinya untuk menabung, barulah terpikir apa dan bagaimana meninggalkan si sulung yang masih kecil. Pikir kami waktu itu secepatnya pergi haji, jangan ditunda sebab haji adalah prioritas kami.

tips meninggalkan anak di Jerman saat berhaji
Si sulung masih kecil sedih ditinggal ayah bundanya pergi berdua.

Solusi yang terpikir adalah kami akan meminta tolong keluarga dari Indonesia untuk menemani si sulung yang pada waktu itu masih jadi anak tunggal. Pikir kami, anak itu dekat dengan eyangnya meskipun tinggalnya berjauhan. Kalau ditinggal kami tahu ia akan sedih. Tapi eyang biasanya punya cara menangani si mas dan anak itu mau dengan eyangnya.

Ternyata pandemi COVID – 19 datang dan kamipun menunda perjalanan haji kami di tahun 2020. Rezeki berhaji akhirnya datang di tahun 2024 lalu dimana ketika itu si sulung sudah lebih besar tetapi punya adik yang usianya masih satu tahun.

Sesuai niat awal, kami tetap pergi berdua. Apa bagaimana dan dengan siapa anak – anak, khususnya si bungsu saat akhirnya ditinggal?

Cerita haji: Tips Tenang Meninggalkan Anak.

Tips Meninggalkan Anak di Jerman Saat Haji

Beberapa tips sudah pernah kutuliskan sebelumnya. Pada artikel ini aku akan bercerita lebih detil tentang pengalaman kami kala itu sesuai urutannya.

1) Memberi informasi keluarga

Ketika aku dan suami sudah sepakat untuk mendaftar haji di awal tahun 2024 lalu, kami memberi tahu keluarga di Indonesia rencana tersebut. Meskipun belum tahu persis seperti apa rencana perjalanan secara detil paling tidak mereka tahu kami berniat melakukan perjalanan berdua

Setelah kami mendapat informasi paket dari Balcok, kami segera memberi tahu lagi keluarga. Sehingga mereka sudah ada bayangan berapa lama kami akan meninggalkan anak – anak.

2) Meminta bantuan keluarga

Menginformasikan kepada keluarga juga sekaligus cara kami untuk meminta pertolongan kepada mereka untuk menjaga anak – anak selama kami berhaji. Kami langsung minta tolong ibuku untuk menemani anak – anak di Jerman.

Berhubung eyang sudah lumayan usianya dan juga ada adik yang masih kecil, kami membutuhkan bantuan dari satu orang lagi. Saat tahun 2022 di percobaan daftar haji kami yang kedua, adikku masih bisa datang ke Jerman bersama anaknya.

Sayangnya tahun 2024 adikku tidak bisa datang karena ia punya anak kecil juga. Tapi Allah mudahkan dan mengganti ketidakhadiran adikku dengan adik suamiku. Kebetulan ia sekolah di Eropa dan jadwal kami bertepatan dengan libur kuliahnya.

tips meninggalkan anak di Jerman saat berhaji
Si sulung sudah lebih besar dan bisa mengelola emosinya dengan lebih baik.

3) Mengurus visa dan penerbangan

Setelah jelas siapa yang akan menemani anak, maka langkah berikutnya adalah mengurus visa dan mencari tiket penerbangan. Untuk pengurusan visa yang diperlukan adalah melengkapi dokumen yang dipersyaratkan oleh kedutaan dan membuat janji temu.

Suamiku membuat Verpflichtungserklärung, yaitu sebuah surat jaminan untuk mengundang tamu dari luar Jerman. Pengurusan ini dilakukan di Ausländerbehörde atau kantor imigrasi. Surat ini kami scan kemudian kirim softfile melalui email sambil menunggu ketibaan dokumen asli. Surat aslinya dikirimkan juga ke Indonesia melalui jasa beli bagasi.

Untuk tiket penerbangan kami meminta eyang untuk tiba paling tidak seminggu sebelum keberangkatan kami. Idealnya menurutku sebenarnya dua minggu sampai dengan sebulan sebelum keberangkatan agar dapat beradaptasi dengan kondisi cuaca dan keseharian di Jerman.

4) Adaptasi keluarga di Jerman

Seperti yang sudah kutuliskan di atas, idealnya dua minggu sampai dengan satu bulan sebelum keberangkatan keluarga yang akan menjaga anak – anak sudah tiba di Jerman. Di rentang waktu ini kami bisa mengajarkan, mendampingi dan membiasakan mereka dengan kehidupan kami, khususnya anak – anak di Jerman.

Rezeki kami saat itu keluarga yang menjaga anak – anak, adik ipar dan ibuku, sudah mengetahui ritme kehidupan kami karena sudah pernah ke Jerman sebelumnya. Sehingga durasi yang dibutuhkan untuk membiasakan maupun adaptasi antara anak – anak dengan eyang dan omnya bisa dipersingkat.

Hal yang perlu dikomunikasikan antara lain:

  • Jadwal keseharian anak – anak, diantaranya tidur, makan, sekolah, aktivitas ekstrakulikuler
  • Transportasi, tiket transportasi, rute antar jemput anak
  • Belanja dan makanan kesukaan anak
  • Dokter anak, rumah sakit, cara menelepon ke sekolah jika sakit, kartu asuransi, buku kuning U-Heft, buku kuning imunisasi
  • Hal yang boleh dan tidak boleh, termasuk di antaranya aturan screentime, makanan dan minuman

5) Mengenalkan keluarga kepada tetangga maupun komunitas Indonesia

Tetangga maupun teman – teman Indonesia di perantauan adalah keluarga terdekat kami di Jerman ini. Merekalah yang selalu hadir dan siap membantu di kala kami berbahagia maupun sedang menghadapi tantangan.

Menginformasikan rencana kepergian haji dan mengenalkan keluarga yang hadir sangat perlu dilakukan. Keluarga yang datang ke Jerman belum tentu bisa berbahasa Jerman. Mereka inilah yang paling terdekat dan termudah keluarga kami hubungi saat mereka membutuhkan pertolongan ketika kami tidak ada di Jerman.

Eyang dan adik iparku karena sudah pernah ke Jerman sebelum kami pergi haji sebelumnya, sudah mengetahui dan mengenal teman – teman kami ini. Sehingga mereka sudah tidak asing lagi dan cukup akrab.

Aku dan suamiku menuliskan nomor teman – teman di rumah dengan seizin mereka. Nomor kontak eyang dan adik ipar juga kuberikan kepada teman – teman.

Yang paling penting juga adalah adik ipar, eyang dan anak – anak bisa mendapat informasi tentang solat Idul Adha dan acara silaturahmi Idul Adha yang selalu dilakukan di Hannover. Mereka juga dikunjungi oleh teman -teman tanpa kami ketahui.

6) Briefing anak

Ini yang paling penting!

Anakku yang pertama sudah kami briefing sejak kami daftar haji di Balcok dan Forkom. Kami juga menjelaskan apa yang terjadi saat haji, berapa lama kami pergi, siapa yang datang menemani, cara berkomunikasi dan kemungkinan yang terjadi.

Karena si sulung laki – laki dan sudah bisa diajak bicara, aku dan suami memanfaatkan kesempatan ini untuk mengenalkan ia tentang konsep kepala keluarga. Dengan hati – hati dan sesuai porsinya kami menjelaskan tentang peran ini.

Bahwa ia adalah kepala keluarga, pemimpin di rumah, ketika ayahnya tidak ada di rumah. Dia yang memberi tahu kebiasaan di rumah dan membantu berkomunikasi dalam bahasa Jerman, bila diperlukan. Si sulung akan ditemani dan dibantu oleh pamannya dan eyang selama kami berdua tidak ada.

Alhamdulillah, ia bisa memahami dan tidak terbebani dengan peran tersebut.

7) Briefing dan adaptasi si kecil usia satu tahun

Adik yang masih kecil masih belum bisa diajak komunikasi. Aku yang bertugas membisikkan ke adik bahwa aku dan ayahnya akan pergi berhaji dan eyang ada bersama adik.

Hari kedua eyang tiba di Hannover, eyang langsung minta adik beraktivitas dan tidur bersama eyang. Tujuannya supaya saat aku pergi nanti adik sudah beradaptasi dengan baik. Berhubung adik sudah berhenti ASI dan minum susu formula, hal ini memudahkan prosesnya.

Tadinya aku skeptis karena adik mulai mengenal dan menempel hanya dengan orang terdekatnya. Alhamdulillah, Allah mudahkan. Adik langsung mau dan nempel dengan eyang.

8) Memberitahukan kondisi ini ke sekolah, kegiatan ekstrakulikuler dan tetangga

Aku dan suami menulis e-mail ke wali kelas dan sekretariat sekolah serta menginformasikan tempat ekstrakulikuler si sulung situasi kondisi kami. Kami menjelaskan bahwa selama kami tidak ada di Jerman, kebutuhan dan perizinan untuk si sulung ada pada adik ipar. Apabila ada pengumuman maupun kebutuhan tertentu, aku meminta untuk mengontak adik ipar dengan menuliskan nomornya.

Aku memberi tahu bagaimana cara mengakses e-mail sekolah dan memesan makanan di sekolah. Tidak lupa aku menulis di kertas caranya ini berikut password yang dibutuhkan. Kemudian, aku berikan kepada adik iparku.

Kebetulan, aku tidak memberi tahu tetangga satu apartemen. Tetapi jika teman pembaca merasa perlu untuk bantuan mereka menjaga anak – anak, sebaiknya hal ini dipertimbangkan.

9) Meninggalkan uang

Belajar dari pengalaman saat menjaga anak – anak teman yang berhaji, kami juga meninggalkan cukup uang untuk kebutuhan anak – anak dan keluarga selama kami pergi. Seingatku, kami juga meninggalkan kartu debit apabila ternyata uang tersebut habis.

Selain uang, kami melengkapi semua kebutuhan di rumah baik itu bahan pangan maupun sabun dan sejenisnya. Kami juga memberi tahu toko – toko tempat kami biasa berbelanja.

10) Menulis surat wasiat

Sejujurnya, last minute kami memutuskan untuk tidak menuliskan surat wasiat. Tapi hal ini jangan dicontoh ya karena sebaiknya memang meninggalkan surat wasiat saat meninggalkan anak di Jerman saat pergi haji.

Kami sudah ada drafnya tetapi kami seperti tidak mampu untuk menuliskannya. Sebagai gantinya, aku memberi tahu ibuku tentang semua dokumen, aset, kartu bank (kartu tidak kami bawa saat berhaji) dan kutuliskan semua informasi yang terkait dengan ini di kertas untuk memudahkan ibuku.

Suamiku menuliskan surat kuasa (vollmacht) yang diberikan kepada adik ipar dan salah satu teman kami. Tujuannya apabila dibutuhkan mengurus sesuatu saat kami tidak ada, mereka memiliki wewenang.

11) Briefing terakhir keluarga sebelum keberangkatan

Ini ide suamiku. Kami semua berkumpul di ruang tamu dan suamiku menjelaskan apa yang perlu dilakukan saat ia dan diriku tidak ada di Jerman. Beliau juga menjelaskan bahwa si sulung adalah kepala keluarganya saat ia tidak ada tetapi paman dan eyang akan support, menjaga dan membersamai si sulung dan adiknya.

Terakhir, pak suami juga menyampaikan jika terjadi sesuatu saat kami pergi haji, kami berdua meminta maaf dan minta tolong jaga anak – anak. Kemudian, beliau menjelaskan untuk meminta bantuan kepada teman – teman kami di Hannover.

Alternatif Selain Keluarga

Apabila ternyata tidak ada keluarga yang bisa hadir menemani anak – anak, bagaimana?

Kondisi ini juga sudah kami pikirkan. Kami menyiapkan skenario A dan B untuk berjaga – jaga jika tidak ada yang bisa datang. Kami berdua sama – sama minta tolong kepada teman kami sejak jauh hari. Sehingga mereka terinformasikan dengan baik.

Sesungguhnya Allah mudahkan aku dan suamiku. Beberapa teman – teman tanpa diminta meyakinkan kami berdua bahwa anak – anak akan baik – baik saja jika kami pergi berdua dan mendorong kami untuk berhaji. Dukungan seperti ini sangan berharga untuk memantapkan niat kami dan menghilangkan kekhawatiran kami berdua.

Kami teryakinkan bahwa anak – anak akan ada yang menjaga dan melindungi saat kami meninggalkan mereka di Jerman untuk pergi haji. Alhamdulillah…


Dari ceramah ustadz dan ustadzah, maupun dari cerita pengalaman haji teman – teman maupun para artis di YouTube, aku berkesimpulan bahwa sebaiknya tidak menjadikan anak sebagai alasan menunda pergi haji. Apalagi jika kondisinya anak sehat, ada yang bisa dan mampu menjaga anak, badan kita sehat dan kondisi keuangan sangat memungkinkan untuk berhaji.

Ustadz dan ustadzah mengatakan bahwa haji itu bukan karena kita mampu, tapi karena Allah yang memampukan kita. Berhaji ga akan bisa terlaksana kalau bukan Allah yang memampukan dan mengundang kita.

Oleh karena itu, hendaknya kita berniat pergi kemudian berusaha dan menyerahkannya kepada Allah. Nanti Allah yang akan mudahkan urusan kita terkait anak – anak.

Mungkin tampak seperti tak mungkin meninggalkan anak – anak di Jerman saat kedua orang tua pergi haji. Tapi.. Aku dan suamiku sudah melaluinya dan hal itu insyaAllah benar.

Semoga teman pembaca Michdichuns juga dimudahkan oleh Allah ya!

Salam,

-ameliasusilo-

Silakan tinggalkan komentar anda disini..

error: Content is protected !!